Disperkim Jabar Adakan Business Gathering Kepemilikan Rumah Bersubsidi bagi MBR

Bandung, sinarsuryanews.com – Pemenuhan atas kebutuhan rumah merupakan penjabaran dari amanat yang terkandung didalam UUD RI 1945 dan juga merupakan Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Didalam Pasal 40 antara lain disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Selain itu terpenuhinya kebutuhan akan rumah juga akan memberi rasa aman dan nyaman bagi setiap penghuninya untuk membentuk dan membina keluarga yang sejahtera, sehat lahir dan batin. Demikian dikatakan Dr.Ir.H.Dicky Saromi, M.Sc., Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Provinsi Jawa Barat, pada acara Business Gathering di Hotel New Sany Rosa Jl. Dr. Setiabudi Bandung, Rabu (4/12).

            Hadir pada acara Business Gathering tersebut, unsur Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, Konsultan Tenaga Ahli Pembangunan Perumahan, Perbankan atau Lembaga Jasa Keuangan, Serikat Pekerja (KSPSI Jabar), Asosiasi Pengembang, tenaga koordinator BP2BT dan sejumlah masyarakat calon penerima manfaat (CPM) baru rumah bersubsidi.

Menurut Kadis Dicky Saromi, tujuan utama dilaksanakannya kegiatan “Business Gathering” selain sebagai sebagai salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam rangka kegiatan pendampingan penanganan pembangunan perumahan di kabupaten/kota (klinik rumah) tahun 2019, juga diharapkan bisa menjadi media: 1). untuk menyampaikan informasi mengenai kebijakan penyelenggaraan perumahan khususnya untuk MBR di Jawa Barat, 2). untuk menjelaskan ketentuan dan persyaratan perolehan rumah bersusidi yang ada di Jawa Barat, 3). sebagai salah satu ajang sosialisasi dan promosi mengenai penyelenggaran perumahan untuk MBR di Jawa Barat.

Sanusi, perwakilan dari Puskopagma secara simbolis menerima Kunci Rumah dari Dr.Ir.H.Dicky Saromi, M.Sc., Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Provinsi Jawa Barat, pada acara Business Gathering di Hotel New Sany Rosa Jl. Dr. Setiabudi Bandung, Rabu (4/12).

Dikatakan Dicky Saromi, bagi sebagian besar masyarakat lainnya, terpenuhinya kebutuhan sarana tempat tinggal dan hunian masih merupakan angan-angan dan harapan belaka. Karena menurutnya, kenyataannya dari tahun ke tahun masih terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan penyediaan rumah yang disebabkan oleh makin mahalnya harga tanah dan rumah yang semakin tidak terjangkau khususnya oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah, dan masih rendahnya/terbatasnya akses mereka ke sistem pembiayaan perumahan.

“Kemampuan/daya beli MBR masih rendah untuk memenuhi kebutuhan rumah, baik membeli, membangun secara mandiri/swadaya maupun meningkatkan kualitas rumah yang kondisinya sudah tidak layak huni,” ujarnya.

Lebih lanjut Dicky Saromi mengatakan, terbitnya Undang-Undang Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman nampaknya membawa harapan baru, termasuk bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah. Karena didalam undang-undang ini negara melalui pemerintah pusat dan daerah diingatkan kembali mengenai tugas dan tanggungjawabnya atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Pemerintah dapat bertindak sebagai “fasilitator” atau “provider” dalam hal perencanaan, pembangunan, bahkan pengalokasian dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR.

Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi melalui beberapa kebijakannya terkait dalam penyediaan rumah untuk MBR sudah berupaya untuk menempatkan pembangunan sektor perumahan sebagai salah satu sektor prioritas, diantaranya program penyediaan rumah baru bersubsidi, yaitu melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbassis Tabungan (BP2BT). Kedua program ini mempunyai tujuan ideal yang sama yaitu meningkatkan akses masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah dengan harga yang lebih terjangkau.

“Kebijakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui skema FLPP yang sudah berjalan beberapa tahun pelaksanaannya dapat dikatakan mulus dan relatif tidak ada hambatan yang berarti di lapangan,” ungkapnya. 

Sementara program BP2BT yang baru diluncurkan pada tahun 2018 masih menemui beberapa kendala dan terkesan masih belum dikenal dan dipahami oleh beberapa stakeholder utama yang terkait dalam penyediaan rumah bersubsidi, terutama oleh calon peminat/pembeli rumah, pihak pengembang atau developer, pihak bank pelaksana. *(Nas)