LAPORAN TIDAK DIPROSES: PENYIDIK, KAPOLRES DAN KAPOLRI DIGUGAT KE PENGADILAN NEGERI  SLEMAN

Berita Utama264 Dilihat

Yogyakarta, SinarsuryaNews.Com – Dullah PB Siahaan, developer di Yogyakarta, menggugat Aiptu Pamungkas Agus Supriyanto  (Penyidik Polres Sleman), AKBP Wachyu Tri Budi Sulistiyono (Kapolres), dan Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo (Kapolri), masing-masing sebagai Tergugat I, II, dan Tergugat III,  perkara perdata Nomor 301/Pdt.G/2021/PN.Smn. Pada sidang perdana kemarin, Kamis (20/01/2022). Kapolri atau pun kuasanya tidak hadir. Oleh karena itu, PN Sleman kembali membuat surat panggilan.

Usai sidang perdana, Penggugat mengatakan kepada awak media, Penggugat melaporkan lima orang pembeli tanah kavling di perumahan milik Penggugat sendiri. Kelima Terlapor, sebelumnya melaporkan Penggugat ke Polda DIY melakukan penipuan. Padahal samasekali tidak melakukan penipuan. Kelima orang itu nyata-nyata melakukan pengaduan fitnah, delik Pasal 317 KUHP, yang akhirnya penyidikannya dihentikan Polda DIY. Selain itu, masih ada beberapa perbuatan pidana perbarengan  yang dilakukan kelima orang itu, concursus realis.

Laporan  Siahaan di Polres Sleman menyangkut kelima orang itu sebagai Terlapor ditangani Penyidik Aiptu Pamungkas. Tapi perkara itu  “mati suri”. Sementara bukti lima Terlapor diduga melakukan perbuatan pidana sangat memadai, baik berupa barang bukti dan atau bukti SURAT maupun KETERANGAN SAKSI.

Setelah mem-BAP  Pelapor (berita acara pemeriksaan)  serta saksi-saksi yang diajukan, Aiptu Pamungkas samasekali tidak memberi SP2HP (surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan) hingga setahun kurang lima hari.  Ketentuan Pasal 39 Ayat (1) Perkap 12/2009: “Dalam menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, Penyidik wajib memberi SP2HP kepada pihak Pelapor baik diminta atau pun tidak diminta secara berkala paling sedikit satu kali setiap satu bulan.”

Menurut Siahaan, selain laporan tersebut, ada juga laporannya di Polres Sleman yang “layu sebelum berkembang”, delik penipuan. Dalam penanganan perkara ini, Penyidik memposisikan diri sebagai pembela Terlapor. Penyidik bukan mencari serta mengumpulkan bukti membuat terang tindak pidana yang terjadi. Penyidik malah  menolak keterangan Pelapor  dan saksi yang diajukan dengan alasan terlalu melebar, tidak focus, tidak berhubungan.  Akhirnya, setelah gelar perkara, disimpulkan belum cukup bukti meningkatkan Terlapor menjadi Tersangka, sekaligus belum cukup bukti untuk menghentikan penyidikan. Karena itu  masih perlu pendalaman. Sungguh hasil gelar perkara yang unik. Lebih unik lagi karena laporan ini sudah hampir 1,5 tahun.

Alumnus Fakultas Psikologi UGM ini mengatakan: “Selama ini  kerja-kerja Penyidik dikoreksi dengan  praperadilan seperti diatur dalam Pasal 77 hingga 83 KUHAP. Sesungguhnya jauh lebih baik lewat perkara perdata gugatan ganti rugi, perbuatan melawan hukum. Praperadilan menguji sah tidaknya penangkapan, penahanan, penetapan tersangka, penghentian penyidikan.” Sedangkan gugatan ganti rugi, menurut Siahaan, begitu terjadi perbuatan melawan hukum, Penyidik dapat langsung digugat seperti diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata: “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu  karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Oleh karena itu, menurut Siahaan,  perkara perdata gugatan ganti rugi lebih baik dibanding Praperadilan. Hasil pemeriksaan atas kerja Penyidik  akan lebih akurat karena  bagaimana pun juga, akan memeriksa materi perkara serta bukti-bukti dalam perkara  yang ditangani Penyidik. Pemeriksaan perkara gugatan ganti rugi diawali pembacaan Surat Gugatan oleh Penggugat, kemudian ada Eksepsi dari Tergugat, Replik, Duplik, pemeriksaan bukti SURAT dari Penggugat dan Tergugat,  pemeriksaan saksi  dari kedua belah pihak.

Dalam kaitan perkara gugatan ganti rugi yang sedang berjalan ini, Siahaan mengatakan; “Saya tentu dirugikan akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan Tergugat. Ganti rugi yang saya tuntut Rp. 10.005.000.000,-“. Siahaan menambahkan:  “Keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum, harus terwujud nyata. Negara kita negara hukum, dan basis penegakan di tangan Penyidik. Oleh karena itu Penyidik yang kotor harus dibersihkan.

Siahaan menginformasikan, sidang berikutnya tanggal 24 Februari 2022. “Pak Listyo Sigit Prabowo atau kuasanya pasti hadir pada sidang nanti. Beliau tentu taat hukum, ” Dullah PB Siahaan mengakhiri pembicaraan.*****(Red)