Kab.Sleman, SinarSuryanews.com,- Dullah PB Siahaan, developer di Yogyakarta, melaporkan lima pembeli di perumahan miliknya, ALAM HINALANG ASRI, lokasi Wedomartani – Sleman, 15 Desember 2020 lalu. Dalam Laporan Polisi Nomor: LP/780/XII/2020/DIY/SLEMAN itu tercantum nama terlapor yaitu dengan insial: INA, AN, ANR, MJ, dan JM.
“Ini baru berita,” kata Siahaan dengan santai ketika dijumpai awak media, 21 Februari 2021. “Selama ini developer yang dilaporkan, termasuk saya.”
Dullah PB Siahaan menerangkan, tahun 2011 lalu, dua dari lima terlapor, AN dan JM, melakukan pemberitahuan palsu. Dua-duanya menjadi saksi atas laporan Tugas Irianto (alm) di Polres Sleman, pembeli di perumahan itu. Siahaan dilaporkan menipu karena sertipikat perumahan belum pecah, masih sertipikat induk. Akibatnya, Siahaan dijatuhi pidana satu tahun penjara.
“Terlepas dari putusan yang ugal-ugalan itu, AN mengatakan dalam BAP saya rugikan Rp 150.000.000-, padahal uang yang diberikan atas pembelian rumah tipe 50 itu sesuai harga yang disepakati Rp 93.500.000,- dan rumah sudah dihuni. JM juga demikian, memberikan Rp 66.000.000,- atas pembelian kavling 132 m2, tetapi mengaku kepada penyidik saya rugikan Rp 336.000.000,-.” kata Siahaan.
September 2018, sebelum menjalani pidana penjara atas laporan 2011 tersebut, kelima orang dengan inisial di atas kembali melaporkan Siahaan, ke Polda DIY. Penipuan lagi. Persoalannya sama, sertipikat perumahan belum pecah. November 2018 sertipikat itu pecah. Luas masing-masing kavling tidak berkurang 1 cm2 pun karena sebelumnya sudah diukur BPN, termasuk fasum.
“Sejak 2003 saya dan keluarga tinggal di perumahan itu. Saya menginformasikan mengapa sertipikat belum pecah. Bupati Sleman menyalahgunakan kekuasaan, merugikan pihak perumahan.” Siahaan menambahkan, “ Laporan yang ke Polda itu ne bis in idem, Pasal 76 KUHP. Tapi sesuka-suka mereka membohogi penyidik.”
Developer yang alumnus Fakultas Psikologi UGM ini mengatakan: “Modusnya sama, mengaku ditipu, dirugikan. INA mengaku ke penyidik dirugikan satu miliyard padahal uang yang diberikan hanya 250 juta atas pembelian tanah kavling 154 m2, yang seharusnya 260 juta. Harga yang murah di wilayah itu 2015 lalu.”
“Meskipun seribu tahun sertipikat itu baru pecah, saya tidak menipu. Yang disebut menipu, delik Pasal 378 KUHP…..….barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum….,” Siahaan yang juga praktisi hukum itu menjelaskan fakta hukumnya: “Saya tidak untung apa pun. Uang yang saya terima tidak lebih dari harga yang disepakati, dan mereka sudah membangun rumah di atas tanah kavling yang dibeli, sudah dihuni.”
Dullah PB Siahaan memperjelas: “Dirugikan karena sertipikat belum pecah ? Gugat saya ke PN Sleman, perkara perdata, itu perjanjiannya dalam PJB, Akta Notaris. Tapi mereka melanggar PJB itu, malah melakukan pemberitahuan palsu, delik Pasal 317 KUHP; barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa…..diancam karena melakukan pengaduan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
“Ketika saya masih di Lapas, saya minta agar mereka mencabut laporan, dan akhirnya di-SP3-kan Polda DIY. Kebetulan saya mengurus Cuti Bersyarat, tidak boleh ada kasus lain. Mereka mau mencabut. Tapi syaratnya banyak, pemerasan, delik Pasal 368 KUHP.” kata Siahaan.
Setelah keluar dari penjara, Dullah PB Siahaan menggugat kelima orang itu ke PN Sleman, perkara perdata. Setelah gugatan diajukan, mereka “membanjiri” lingkungan perumahan dengan spanduk. Lagi-lagi fitnah, Pasal 311 KUHP.
Seiring dengan hal tersebut, mereka melakukan intimidasi. Dullah PB Siahaan terpaksa minta bantuan pengamanan ke Brimob Polda DIY.
“Menghadapi satu penjahat repot, apalagi lima, dan berkonspirasi, gangguannya dahsyat.” Kata Siahaan. “Harus dituntaskan secara hukum, perdata dan pidana. Diberi pembelajaran, penjeraan. Kasihan orang lain jadi korban berikutnya. “
“AN dan JM yang melakukan pemberitahuan palsu 2011 lalu itu mestinya langsung dipolisikan, di seret ke Pengadilan. Jadi tidak mengulangi perbuatan. Saya lalai,” Dullah PB Siahaan mengakhiri wawancara.WN**