Di Yogyakarta: DEVELOPER MEMPOLISIKAN KONSUMENNYA, Ini Dia Fakta Hukum  Dan Ketentuan Hukumnya

Berita Utama284 Dilihat

Kab.Sleman, SinarSuryanews.com,- Dullah PB Siahaan, developer di Yogyakarta,  melaporkan lima  pembeli  di perumahan miliknya, ALAM HINALANG ASRI,  lokasi   Wedomartani – Sleman, 15 Desember 2020 lalu. Dalam Laporan Polisi Nomor: LP/780/XII/2020/DIY/SLEMAN itu tercantum nama terlapor yaitu dengan insial: INA, AN, ANR, MJ, dan JM.

“Ini baru berita,” kata  Siahaan dengan  santai ketika dijumpai awak media, 21 Februari 2021. “Selama ini developer yang dilaporkan, termasuk saya.”

Dullah PB Siahaan menerangkan, tahun 2011 lalu, dua dari lima terlapor, AN dan JM, melakukan pemberitahuan palsu. Dua-duanya  menjadi saksi atas   laporan Tugas Irianto (alm) di Polres Sleman,  pembeli di perumahan itu.   Siahaan dilaporkan  menipu karena sertipikat perumahan  belum pecah, masih sertipikat induk.  Akibatnya, Siahaan  dijatuhi pidana satu tahun penjara.

“Terlepas dari putusan yang ugal-ugalan itu, AN mengatakan dalam BAP saya rugikan Rp 150.000.000-, padahal uang yang diberikan atas pembelian rumah tipe 50 itu sesuai harga yang disepakati  Rp 93.500.000,- dan rumah sudah dihuni. JM juga demikian, memberikan  Rp 66.000.000,- atas pembelian  kavling 132 m2, tetapi mengaku kepada penyidik saya rugikan Rp 336.000.000,-.” kata Siahaan.

September 2018,  sebelum  menjalani pidana  penjara   atas laporan 2011 tersebut, kelima orang dengan inisial di atas kembali  melaporkan Siahaan,   ke  Polda DIY. Penipuan lagi. Persoalannya  sama, sertipikat perumahan  belum pecah.  November 2018 sertipikat  itu pecah. Luas masing-masing kavling tidak berkurang  1 cm2 pun karena sebelumnya  sudah diukur BPN, termasuk fasum.

“Sejak  2003 saya  dan keluarga tinggal di perumahan itu. Saya  menginformasikan mengapa sertipikat belum pecah.  Bupati Sleman menyalahgunakan kekuasaan, merugikan pihak perumahan.” Siahaan menambahkan, “ Laporan yang ke Polda itu  ne bis in idem, Pasal 76 KUHP. Tapi sesuka-suka mereka membohogi penyidik.”

Developer yang  alumnus Fakultas Psikologi UGM ini mengatakan:  “Modusnya  sama, mengaku ditipu, dirugikan. INA  mengaku ke penyidik dirugikan satu miliyard  padahal uang yang diberikan  hanya 250 juta atas pembelian tanah kavling 154 m2,  yang  seharusnya   260 juta. Harga yang  murah di wilayah itu  2015 lalu.”

“Meskipun seribu tahun sertipikat itu baru pecah, saya tidak menipu. Yang disebut menipu, delik Pasal 378 KUHP…..….barangsiapa dengan maksud untuk  menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum….,” Siahaan yang juga  praktisi hukum itu menjelaskan fakta hukumnya:  “Saya tidak untung apa pun. Uang yang saya terima tidak lebih dari harga yang disepakati, dan mereka sudah membangun rumah di atas  tanah  kavling yang dibeli, sudah dihuni.”

Dullah PB Siahaan memperjelas: “Dirugikan karena sertipikat belum pecah ? Gugat saya ke PN Sleman, perkara  perdata,  itu perjanjiannya  dalam PJB, Akta Notaris. Tapi mereka  melanggar PJB itu,  malah melakukan pemberitahuan palsu, delik Pasal 317 KUHP; barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa…..diancam karena melakukan pengaduan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”  

“Ketika saya masih di Lapas, saya minta agar mereka mencabut laporan, dan   akhirnya di-SP3-kan Polda DIY. Kebetulan saya mengurus Cuti Bersyarat, tidak boleh ada kasus lain. Mereka mau mencabut. Tapi syaratnya banyak,  pemerasan, delik Pasal 368 KUHP.” kata Siahaan.

Setelah keluar dari penjara, Dullah PB Siahaan menggugat kelima orang itu  ke PN Sleman, perkara perdata. Setelah gugatan diajukan, mereka “membanjiri” lingkungan perumahan dengan spanduk. Lagi-lagi   fitnah, Pasal 311 KUHP.

Seiring dengan hal tersebut, mereka melakukan intimidasi. Dullah PB Siahaan terpaksa  minta bantuan pengamanan ke Brimob Polda DIY.

“Menghadapi satu penjahat   repot, apalagi lima, dan berkonspirasi, gangguannya  dahsyat.” Kata Siahaan. “Harus dituntaskan secara hukum, perdata dan pidana.  Diberi pembelajaran, penjeraan. Kasihan orang lain  jadi korban berikutnya. “

“AN dan JM yang melakukan pemberitahuan palsu  2011 lalu itu mestinya langsung dipolisikan, di seret ke Pengadilan. Jadi tidak mengulangi perbuatan. Saya  lalai,”  Dullah PB Siahaan mengakhiri wawancara.WN**