Majalengka, SinarSuryaNews.Com — Diduga akibat ada indikasi “Pagar Makan Tanaman,” Sejumlah petani penggarap lahan tebu Pabrik Gula Rajawali Nusantara Indonesia (PGRNI) Jatitujuh Majalengka Jawa Barat, Jumat baru lalu melakukan demo ke PGRNI di Jatitujuh Majalengka. Pendemo menuntut transparansi pihak PGRNI dan mendesak agar berbagai biaya produksi dan hasil produksi mereka dimaksimalkan sehingga, pendapatan petani kemitraan pasca panen bisa mencukupi kehidupan mereka.
Demo yang dilakukan pagi hari sekira jam 9.00 itu bisa dibilang mubadzir sebab pihak PGRNI termasuk General Manager dan pihak pihak berkompeten lain didalamnya, tidak ada ditempat. Ini terjadi akibat bocornya acara demo mendadak tersebut. Sehingga sikap dan perilaku pihak PGRNI dikhawatirkan akan menjadi citra buruk bagi dunia petani tebu kemitraan.
Sikap PGRNI tersebut diantaranya tentang pelayanan pengiriman pupuk yang selalu terlambat, sehingga pemupukan terjadi disaat yang sudah terlewat dari kebutuhan akan pola tanam, sesuai dengan keharusan. Demikian juga dengan berbagai kegiatan persiapan tanam, Akibatnya kwalitas tanaman tebu mereka kurang maksimal. Dan ini bisa terlihat dari rendemen yang mereka terima dari PG sungguh sangat diluar perkiraan. Sementara rendemen merupakan hasil akhir dari usaha tani tebu “kalau bukan karena itu, apa Kasan rendemen kami sangat minim, dan ini yang ingin kami sikapi sehingga dengan keterbukaan PGRNI kedepan akan lebih sinergi bukan alergi” tutur diantara pendemo.
Seperti beberapa kali diberitakan media ini , sebelum kejadian bentrok petani penggarap lahan HGU OI dan O2 atas nama PGRNI Jatitujuh yang bermasalah karena pihak PGRNI belum menunaikan kewajiban menyediakan lahan pengganti seluas lebih kurang 12.000 ha bagi petani penggarap sebagaimana yang tertuang dalam putusan pengadilan tingkat MA, penggantian mana ditetapkan selama 10 tahun dengan kewajiban pertahunnya menyelesaikan 10% dari luas lahan. Hingga terjadi perpanjangan SGHU dengan bunyi yang sama tentang kewajiban mengadakan lahan pengganti, tiba tiba secara paksa pihak PGRNI melakukan pengusiran pada petani penggarap yang telah menguasai defakto lahannya secara turun temuruntemurun.
Pada prakteknya, dalam pengusiran tersebut, selain menggunakan kelompok masyarakat yang di koordinir oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) seluruh desa penyangga baik Majalengka maupun Indramayu, PGRNI pun menggunakan jasa sejumlah “Jawara” bayaran hingga terjadi penyerangan dari Jatitujuh Majalengka ke wilayah Indramayu yang pada kenyataannya pihak penyerang kemudian meninggal 2 orang. Dan sejumlah petani Indramayu kemudian jadi terpidana dengan hukuman bervariasi. Satu diantara terhukum adalah anggota DPRD Indramayu yang dituntut jaksa sebagai pihak yang bertanggungjawab atas terjadi bentrok massa penggarap 4 Oktober 2021 itu.
Disaat saat proses yang disebut sejumlah penggarap sebagai proses kriminalisasi terhadap penggarap asal Indramayu itu mengingat mayoritas tersangka dalam persidangan menolak keterangan di BAP penyidik alasan terjadinya penyiksaan yang diluar batas hingga mereka terpingsan pingsan saat dalam proses BAP (kasusnya masih ditangani Polda Jabar…red). Hingga Hari ini lahan petani yang mayoritas ditanami pohon tahunan sejenis jambu jambuan dan mangga serta palawija dan sawah telah dibumi hanguskan “sejak itu, sampai Hari ini Sudah ada kurang lebih 1000 ha di lokasi desa penyangga, dirusak dan dihancurkan tanamannya dan yang menggerakan pelaku perusakan adalah karyawan PG di bantu aparatur Desa dengan dalih diperintah forkopinda Indramayu, dengan alasan tanah HGU atas nama PGRNI 1000 ha itu, menyebar di Sukamulya, Mulyasari dan Desa Amis Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu” tutur penggarap lahan.
Mereka saat ini sedang dipancing emosi dan dijebak agar terperangkap dalam konflik fisik sehingga pihak PG akan leluasa mempidanakan mereka, kami tidak akan terjebak, sebab pimpinan kami sudah beberapa kali diundang Kapolri untuk menjelaskan semua laporan seputar konflik agraria ini. Kami yakin pada ahirnya hukum akan tegak sebab belakangan ini pimpinan kami ditawari milyaran untuk berhenti membela anggota, namun ditolak mentah mentah, tutur pengurus Koperasi tempat para petani yang hak hukumnya DITERLANTARKAN Negara tersebut.
Dalam kasus pengrusakan tanaman ini, 142 penggarap telah menggugat PERDATA melalui PN Kelas II B Indramayu dengan tuntutan Rp.4,6 milyar terhadap 7 0rang tertuntut pengrusakan yang 3 orang diantaranya Kepala Desa Ahirin, salah seorang penggugat menyebutkan ia akan melakukan seluruh hak hukum para penggugat dan akan terus membongkar skandal Kredit Usaha Rakyat bernilai ratusan milyar bahkan bila digabung di Indramayu dan Majalengka tidak menutup kemungkinan nilainya trilyunan yang dinikmati PGRNI dimana seharusnya program KUR dinikmati masyarakat pengusaha micro “Dana KUR ini harus kita selamatkan agar program Negara tidak salah sasaran” tutur Ahirin.
Sementara para pendemo diatas, sebenarnya adalah para nasabah KUR yang perorang didaftarkan dengan pinjaman hampir Rp.500 juta sementara pencairannya diserahkan pihak Bank ke PGRNI dan BUMDES Desa Kecamatan Jatitujuh Malajengka. Dimana para petani itu tidak diberi uang melainkan diberi sarana produksi tebu seperti pupuk dan sebagainya yang dicatat tidak transparan baik oleh BUMDES maupun PGRNI sebagai bapak angkat nya dan akibatnya petani kemitraan ini demo tersebut diatas.(Han’$.Bdg)