Tasikmalaya, Sinarsuryanews.com – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Tasikmalaya menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tasikmalaya, Rabu (26/2/2025). Aksi ini berlangsung di Blok Singaparna, tempat kantor penyelenggara pemilu berada.
Massa mulai berdatangan sejak pukul 12.00 WIB. Mereka berorasi dengan lantang di depan gerbang utama, menyuarakan kekecewaan terhadap kinerja KPU dan Bawaslu dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, khususnya terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di wilayah tersebut.
Aksi semakin memanas ketika demonstran mencoba mendekati gerbang utama. Sempat terjadi aksi dorong-dorongan antara mahasiswa dan aparat kepolisian yang berjaga. Pukul 12.28 WIB, situasi makin tegang setelah massa membakar ban bekas sebagai simbol protes mereka.
Lima menit berselang, mahasiswa tetap bertahan di depan gerbang utama Blok Singaparna. Mereka bersikeras ingin bertemu dengan jajaran komisioner KPU Kabupaten Tasikmalaya untuk meminta pertanggungjawaban atas keputusan PSU yang dianggap merugikan masyarakat.
Dalam orasinya, Ketua PC PMII Kabupaten Tasikmalaya, Mujib Rahman Wahid, menyampaikan bahwa aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kinerja penyelenggara pemilu yang dinilai tidak profesional. PMII menuntut agar jajaran KPU dan Bawaslu segera mengundurkan diri karena dianggap gagal dalam menjalankan tugasnya.
“Putusan PSU ini adalah bukti nyata bahwa ada kegagalan dalam penyelenggaraan pemilu di Kabupaten Tasikmalaya. Kami datang ke sini untuk mempertanyakan kinerja mereka dan mendesak agar para komisioner lebih baik mengundurkan diri,” ujar Mujib kepada wartawan.
Lebih lanjut, Mujib menegaskan bahwa aksi yang dilakukan oleh PMII murni sebagai bentuk kepedulian terhadap demokrasi dan bukan karena keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon (Paslon).
“Kami tegaskan, kehadiran kami di sini tidak ada kaitannya dengan kepentingan politik salah satu Paslon. Ini adalah gerakan moral sebagai warga Kabupaten Tasikmalaya yang merasa dirugikan akibat buruknya proses pemilu,” tegasnya.
Menurut Mujib, keputusan PSU ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi KPU dan Bawaslu untuk berbenah. Ia menilai bahwa berbagai permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan pemilu di Tasikmalaya menunjukkan lemahnya kinerja kedua lembaga tersebut.
“Proses pemilu yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya penuh dengan masalah. Hasilnya pun tidak pantas bagi daerah ini. Karena itu, kami datang ke sini untuk menuntut pertanggungjawaban,” tambahnya.
Namun, hingga aksi berakhir, tidak ada satu pun perwakilan dari KPU maupun Bawaslu yang menemui para demonstran. Mahasiswa yang mencoba masuk ke dalam kantor KPU pun dihalangi oleh aparat keamanan.
Merespons sikap KPU dan Bawaslu yang tidak memberikan tanggapan, Mujib menegaskan bahwa PMII akan terus mengawal isu ini. Ia memastikan bahwa aksi serupa akan kembali dilakukan setelah PSU berlangsung.
“Hari ini kami datang dan tidak ada yang mau menemui kami. Bahkan, masuk ke dalam pun tidak diperbolehkan. Maka kami pastikan, setelah PSU selesai, PMII akan kembali dengan aksi yang lebih besar,” pungkasnya.
Aksi unjuk rasa ini mencerminkan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu di Kabupaten Tasikmalaya. Dengan adanya tuntutan dari mahasiswa, tekanan terhadap KPU dan Bawaslu semakin besar untuk memberikan klarifikasi dan memperbaiki mekanisme pemilu agar lebih transparan dan akuntabel.(Komala)