PENASEHAT PUNGUAN TDB YOGYAKARTA  HANYA MODAL PENAMPILAN

Berita Utama1137 Dilihat

Kab.Sleman, SinarSuryanews.com,- Untuk urusan apa saja, penampilan memang perlu. Tidak terkecuali  untuk atribut penasehat punguan, apalagi  tokoh adat. Tapi tentu saja tidak baik kalau hanya modal penampilan. Lebih diperlukan lagi pemahaman atas hal-hal yang berkaitan dengan status tersebut. Akibatnya bisa menimbulkan masalah hukum,  yang penyelesaiannya di Pengadilan.

“ Tampaknya seperti itu yang terjadi pada Pengurus dan Penasehat Punguan Tuan Dibangarna – Yogyakarta, hanya modal penampilan,” kata DPB Siahaan kepada awak media. “Apalagi Reinhart Siagian, di pesta adat penampilannya meyakinkan; pakai jas, manghadang ulos. Lengkap dengan peci menutupi kepala. Suaranya mengglegar mengucapkan umpasa. Tapi dia tidak mengerti filosofi dan  nilai-nilai habatahon.”

September 2017 lalu, DPB Siahaan (61 tahun) dikeluarkan dari Punguan itu pakai    “ surat kaleng”. Alasannya, perilaku DPB Siahaan yang   alumnus Fakultas Psikologi UGM itu tidak sejalan dengan ADRT Punguan TDB Yogyakarta. Entah seperti apa yang tidak sejalan dan seperti apa pula yang  sejalan itu tidak jelas.

Akibatnya, tahun 2020 lalu, Pengurus dan Penasehat Punguan Tuan Dibangarna itu digugat ke PN Sleman: Reinhart Siagian, Dorkas Panjaitan,  Jenner Mangontang Sianipar, dan Johny Sianipar; Perkara Perdata Nomor: 142/Pdt.G/2020/PN.Smn.

Dalam surat itu tertulis, oleh karena perilaku DPB Siahaan tidak sejalan dengan ADRT Punguan, Pengurus dan Penasehat  sepakat menonaktifkan DPB Siahaan. Dalam bahasa Batak dikenal dengan mardos ni roha. “Tindakan Pengurus dan Penasehat Punguan TDB Yogyakarta inilah  yang disebut aek godang tu aek laut, dos ni roha sibaen na maup. Prinsip bajak laut, perompak,” kata DPB Siahaan.

“ Sulit membedakan  tindakan Pengurus dan Penasehat Punguan Tuan Dibangarna Yogyakarta  ini dengan tindakan  preman terminal yang lagi mabuk karena minuman oplosan,” kata DPB Siahaan sambil menyeruput kopinya. “Mereka pikir Punguan itu perusahaan mereka sendiri dan saya karyawan. Oleh karena itu sesuka-suka  mengeluarkan saya dari Punguan itu.”

“ Seperti apa pun perilaku saya, yang pasti mereka tidak berhak mengeluarkan saya dari Punguan itu, meskipun dengan terminologi menonaktifkan. Ini penghinaan besar, “kata DPB Siahaan yang pernah menulis karya ilmiah dengan judul: Dalihan Na Tolu Sebagai Dasar Filosofi Masyarakat Batak.”Mereka tidak paham bahwa keberadaan seseorang dalam suatu Punguan adalah karena nanirahut ni mudar. Tidak tahu arti mudar dalam kehidupan orang Batak, mengapa hewan yang disembelih harus dicampur dengan mudar hewan yang disembelih itu sendiri. Mereka hanya tahu  juhut namargota itu nikmat dan tidak tahu mengapa harus margota.”

DPB Siahaan menjelaskan bahwa dalam dirinya ada mudar Pandjaitan karena ibunya boru Pandjaitan. Oleh karena itu, pemilik perumahan ALAM HINALANG ASRI ini adalah bere TDB. Dalam hal apa pun, khususnya dalam pelaksaan adat,  tidak bisa dipisahkan atau dinonaktifkan dari Punguan TDB karena dirahut mudar. “Kalau mereka merasa saya rugikan, laporkan saja ke polisi atau ajukan gugatan perdata. Itu namanya siboto adat siboto uhum.”

Putusan Pengadilan Negeri Sleman atas perkara perdata tersebut adalah Niet Ontvankelijke Verklaard. Karena putusannya demikian, Penggugat, DPB Siahaan mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Januari lalu turun Putusan PTY; menguatkan Putusan PN Sleman. DPB Siahaan memilih tidak Kasasi.

“ Reinhart Siagian dan gerombolannya mungkin tidak tahu arti putusan itu,” kata DPB Siahaan. “Tapi kalau menghina orang, mengusir dari Punguan, penampilan yang aduhai sebagai tokoh adat, tidak perlu diragukan kehebatannya.”

” Saya tunggu kehadiran mereka minta maaf. Kalau mereka betul-betul anak ni raja, mereka tentu minta maaf. Jika itu tidak dilakukan, saya ajukan gugatan ulang,” kata DPB Siahaan mengakhiri wawancara.WN**