Perlindungan BPJS untuk RT, RW, dan Kader Jadi Bukti Perhatian Pemkab Bandung, Namun Muncul Dugaan Pungutan Liar

BANDUNG, Sinarsuryanews.com — Program Pemerintah Kabupaten Bandung yang memberikan insentif dan jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan kepada RT, RW, dan kader Posyandu mendapat apresiasi luas. Kebijakan yang diinisiasi Bupati Bandung Dadang Supriatna ini dinilai sebagai bukti nyata perhatian pemerintah daerah terhadap kesejahteraan para pelayan masyarakat di akar rumput.

Namun, di balik apresiasi tersebut, muncul dugaan praktik penyalahgunaan kewenangan oleh oknum kader di lapangan yang justru menyulitkan masyarakat miskin penerima manfaat.

Kebijakan Bupati, Perlindungan untuk Pelayan Masyarakat

Saat ini Ketua RW di Kabupaten Bandung menerima insentif sebesar Rp900.000 per tiga bulan, Ketua RT Rp750.000 per tiga bulan, dan kader Posyandu Rp50.000 per bulan. Tak hanya insentif, mereka juga memperoleh perlindungan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan, mencakup jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.

“Ini bentuk apresiasi Pemkab Bandung terhadap RT, RW, dan kader sebagai garda terdepan pelayanan publik di tingkat masyarakat,” ujar Bupati Bandung Dadang Supriatna beberapa waktu lalu.

Masyarakat Miskin Jadi Korban Dugaan Pungli

Namun ironi terjadi di wilayah Mekarrahayu, Kecamatan Margaasih. Seorang warga miskin pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), sebut saja SP, mengaku menjadi korban dugaan pungutan liar (pungli) oleh oknum kader berinisial AM.

Kronologi bermula ketika SP hendak melahirkan di PONED Margaasih, namun mendapati BPJS PBI miliknya nonaktif. Dalam kondisi kebingungan, muncul tawaran bantuan dari AM yang mengaku bisa mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Padahal menurut kebijakan Bupati Bandung, warga miskin cukup menggunakan KTP untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa harus terlebih dahulu membuat SKTM.

Ironisnya, meski pasien akhirnya melahirkan di RS Welasasih dengan menggunakan SKTM, keluarga tetap ditagih biaya tambahan oleh oknum kader tersebut dengan dalih “jasa ambulans, jasa kader, dan pembuatan akta kelahiran” hingga Rp750.000.

“Padahal kami tidak pernah minta tolong diuruskan SKTM, dia (oknum kader) sendiri yang menawarkan. Setelah pulang dari rumah sakit, biaya itu ditagih,” ungkap keluarga korban.

Pengawasan Desa dan Kecamatan Dipertanyakan

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah desa maupun kecamatan. Seharusnya, dengan adanya perlindungan sosial dari pemerintah daerah, masyarakat miskin terbebas dari beban biaya tambahan yang tidak semestinya.

Para aktivis sosial menilai, kebijakan mulia pemerintah daerah bisa tercoreng bila praktik dugaan pungli seperti ini dibiarkan. “Pemkab sudah titip amanat agar RT, RW, dan kader memperhatikan masyarakat miskin, bukan malah menjadi predator yang memanfaatkan keadaan,” tegas salah satu pemerhati kebijakan publik di Bandung Raya.

Harapan ke Depan

Masyarakat berharap pemerintah desa, kecamatan, dan instansi terkait segera menindaklanjuti kasus ini dengan melakukan investigasi terhadap oknum kader berinisial AM. Program insentif dan perlindungan BPJS bagi RT, RW, dan kader di Kabupaten Bandung harus tetap berjalan sesuai amanat, tanpa dicederai oleh ulah segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab. (HW)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *