Jakarta, Sinarsuryanews.com – Lembaga Pengembangan, Perlindungan, Pemberdayaan, Perempuan dan Anak Indonesia (LP4AI) sangat menyesalkan suasana persidangan kasus pencabulan anak dibawah umur yang terjadi di PN Tangerang. Menurut LP4AI yang menjadi PH korban, sangat tidak pantas terjadi keributan yang mana klien mereka yang menjadi korban, usianya masih 4 tahun dan masih dalam kondisi traumatis hadir di persidangan.
“Kisruh terjadi pada sidang tanggal 7 Maret 2024, anak korban dan ibu korban selaku klien kami hadir dalam pemeriksaan saksi. Antara Penasehat hukum terdakwa inisial WS dan JPU Erick sempat bersitegang dan saling membentak. Ironinya, Majelis Hakim yang menyidangkan seperti tidak berdaya terhadap suasana demikian. Padahal ada anak kecil (anak korban) yang hadir, seharusnya diperhatikan kondisinya, dimana persidangan yang tidak ramah anak menimbulkan ketakutan pada korban, ditambah korban masih trauma bertemu dengan orang baru khususnya laki-laki”, tutur Marsita Pangidoan SH didampingi Lumita Sartika Aritonang SH, Juwita Manurung SH, M.Kn, dan Retno Wahyuningsih SH di ruang tunggu Komisi Yudisial (KY) RI Jakarta, Senin (18/3/2024).
Marsita menambahkan, berdasarkan pasal 18 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, sangat jelas disebutkan ; Dalam menangani anak, anak korban dan atau anak saksi, Pembimbing Masyarakat, Pekerja Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum lainnya WAJIB MEMPERHATIKAN KEPENTINGAN TERBAIK BAGI ANAK DAN MENGUSAHAKAN SUASANA KEKELUARGAAN TETAP TERPELIHARA. Suasana kekeluargaan yang dimaksud ialah suasana yang membuat anak nyaman, serta tidak menimbulkan ketakutan dan tekanan.
“Itu kami tuangkan pada aduan dan permohonan pengawasan serta pemantauan di KY,” imbuh Marsita sembari memperlihatkan Tanda Terima/Penyerahan nomor Penerimaan 222/KY/3/2024/LM/L oleh Fikri Amalia SH, petugas KY RI yang menerima aduan.
Dikonfirmasi tentang aduan tersebut, Fikri membenarkan sudah menerima.
“Untuk selanjutnya kita akan tindak lanjuti dan akan memberitahukan perkembangan kepada pengadu secara online,” singkat Fikri kepada awak media ini.
Tempat terpisah Jaksa Penuntut, Erick tetap melanjutkan persidangan.
“Kamis (21 Maret) ini agenda pemeriksaan ahli psikologi berikut anak korban. Tersangka kita jerat pasal 82 UU Perlindungan Anak,” jawab Erick ketika dikonfirmasi sidang lanjutan.
Mengenai tuntutan, Erick sebut menunggu fakta persidangan.
Berdasarkan penelusuran awak media, Majelis Hakim yang menangani adalah Santosa sebagai Ketua, Beslin dan Wadji sebagai Hakim anggota.
Dimana menurut LP4AI, dalam persidangan (7/3) Tim Advokat LP4AI tidak diperbolehkan mengikuti jalannya persidangan oleh majelis hakim yang menangani perkara ini sedangkan LP4AI sejak awal adalah kuasa hukum korban. Begitupun juga dalam persidangan hakim anggota dianggap tidak memahami kondisi anak korban yang menjadi korban kekerasan seksual.
“Terbukti pada saat kami memprotes terkait waktu pemeriksaan anak korban agar dapat menyesuaikan dengan waktu Psikolog yang akan mendampingi waktu persidangan, salah satu Hakim anggota secara lantang meminta agar kami memulihkan kondisi psikologis anak dahulu, Kami menganggap pernyataan oknum Hakim ini tidak menunjukan empati dan perhatian khusus terhadap anak korban, sedangkan proses pulihnya psikologi anak korban kekerasan seksual / pencabulan membutuhkan proses dan waktu yg panjang. Sekali lagi, kami memohon agar KY ikut memantau jalannya Persidangan agar keadilan di dapatkan seadil-adilnya kepada korban dan keluarga,” ujar Tim LP4AI. (Red)
Sumber : Poskeadilan.com