Jakarta, Sinar Surya,-
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) yang ditemui Forum Masyarakat Transparansi Pilkada Subang menegaskan, proses hukum terhadap calon kepala daerah atau wakil kepala daerah yang terjerat suatu kasus, tetap berlanjut saat Pilkada.
Penegasan itu disampaikan Komisioner KPU RI Divisi Hukum, Hafizh Nur, ini sekaligus membantah pernyataan Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, terkait keharusan menghentikan sementara penanganan calon kepala daerah yang memiliki kasus hukum selama masa Pilkada Serentak.
Menurut Hafizh, pernyataan Kapolri dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI tersebut, tidak dibenarkan dan tidak punya landasan hukum yang jelas. Terlebih jika yang ditangani adalah tindak pidana pemilu, diantaranya terkait keabsahan persyaratan calon kepala/wakil kepala daerah.
“Pernyataan Kapolri itu tidak disetujui karena bertentangan dengan hukum, apalagi tindak pidana hukum pemilu, salah satunya persyaratan calon,” ujar Hafidz, saat menerima silaturahmi Forum Masyarakat Transparansi Pilkada Subang M Irwan Yustiarta, SH bersama beberapa rekannya, di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (9/2/2018).
Ditegaskan Hafizh, pernyataan Kapolri itu akan membuat sistem pemilihan Pilkada Serentak potensial memunculkan pemimpin yang buruk dan bermasalah. “KPU Pusat sudah berdiskusi dan berdialog dengan Komisi II DPR RI, serta sepakat membatalkan pernyataan Kapolri tersebut, jika ada kasus pidana hukum pilkada, akan kita lakukan proses sesuai aturan,” tegasnya.
Tidak ada pilih kasih kepada calon Bupati dan wakil Bupati atau Gubernur dan wakil Gubernur yang terjerat kasus pidana, perkara tetap jalan walau sudah diloloskan dalam penetapan Pilkada, KPU yakin penegak hokum harus tegas melaksanakan Peraturan dan Perundang-undangan supaya tidak melahirkan pemimpin yang sudah rusak moralnya, kata Hafids dengan tegas.
Menurut M Irwan Yustiarta, SH selaku pendiri Forum Transparansi Pilkada Subang menjelaskan, bila seseorang calon Bupati atau Wkil Bupati yang terjerat kasus hokum apa lagi dalam persyaratan pencalonan, seharusnya KPU harus lebih bijak tidak menetapkan calon tersebut sebab, bila KPU menetapkan padahal KPU sudah mengetahui calon tersebut terjerat suatu kasus hokum, yang bermasalah adalah orang KPU juga, tandasnya.
Penegasan KPU RI tentang calon yang bermasalah hokum walau sudah ditetapkan sebagai calon, proses hokum tetap berjalan, berarti kerugian paling besar adalah bagi calon itu sendiri yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pemilih, tandasnya. (Amry Malau)