Warga Penggarap meminta keadilan atas tanah yang telah digarap karena diklaim milik TNI

Berita Utama505 Dilihat

Indramayu, SinarSuryanews.com,- Dituding Mendirikan Rumah diatas tanah TNI AD ( milik Kodim 0616 Indramayu ) 3 kepala Keluarga  Penghuni tanah bekas  terusan kali Cimanuk di desa Penganjang Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu beberapa waktu yang lalu berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan oleh Pimpinan Kodim 0616 harus dibongkar, dengan terpaksa warga atau pemilik rumah yang tidak mengerti hukum dan dihantui rasa takut buru- buru membongkar rumah yang telah ditempati selama bertahun – tahun berdiri, dimana pada saat terjadi pembongkaran disaksikan langsung oleh anggota TNI dari  Kodim 0616 Indramayu, karena mereka mengklaim bahwa tanah yg diduduki masyarakat tersebut adalah aset milik TNI yg telah bersertifikat. Sementara satu rumah yg tersisa dan masih bertahan, rencananya pada Sabtu 18-07-2020 akan di bongkar paksa oleh anggota TNI dari Kodim 0616 mengunakan alat berat, karena sudah hampir seminggu ini selalu diawasi oleh anggota TNI.

Menurut Carita saudara dari pemilik rumah yang akan dibongkar, bahwa saudaranya saat ini dalam keadaan stress berat sehingga kurang enak untuk diajak bicara, disebutkan bahwa selama ini pun untuk pembongkaran – pembongkaran rumah disana dirinyalah yg dipanggil panggil oleh pihak KODIM, nama saya CARITA pak, tapi dalam surat panggilan selalu ditulis CEPRON, ujar Carita. Carita menceritakan bahwa sejak tahun 2012 dia ditunjuk oleh pihak Pengairan untuk mengkoordinir para penghuni bantaran kali Cimanuk Kecil itu, Dan sejak itu lahan yang kini di klaim milik TNI adalah lahan PENGAIRAN  bahkan ada lahan Desa sementara yg sisanya adalah tanah Negara terlantar sejak jaman Kristalisasi Kemerdekaan diduduki dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang nota Bene adalah para pejuang dan tulang punggung keluarga. dimana tanah yang ditempatinya bukan merupakan tanah milik TNI, Baru pada tahun2016  ada muncul copy Sertifikat  Atas nama Pemerintah Kabupaten Indramayu Cq Kementrian Pertahanan dan Keamanan. “Keluarga kami akan tetap bertahan karena sejak dulu selalu membayar retribusi ke Pengairan,  bukan ke TNI” dalam hal pembongkaran ini kami sangat tidak setuju, kalau memang yang memerintahkan pembongkaran pihak yang berkompeten tidak masalah, ini kan negara hukum tutur Carita.


Darsono,S.pd selaku Kepala Desa penganjang menyebutkan ,sebenarnya lahan itu telah digarap masyarakat sejak 1942  begitu Belanda hengkang dari Indonesia, akan tetapi kemudian terlantar akibat penjajahan Jepang, baru pada 1960 digarap kembali oleh Ki Sukra  yg membabad ilalang dan dijadikannya perkebunan palawija, kemudian menyusul warga lain untuk menggarap yang nota Bene para pensiunan Pejuang, jumlahnya 18 orang dan karena hal hal lain kemudian tersisa hanya 12 orang.
27 Pebruari 2006 sore hari Dandim 0616 bernama Wahyu Singgih mengumpulkan penghuni asrama yang nota Bene penggarap tanah ( konversi  yg tahun 1984 statusnya tida diperbaharui sehingga menurut UU adalah menjadi Tanah Negara Bebas saat itu), Pada dasarnya mereka diperintahkan untuk membersihkan lahan karena akan ada proyek penanaman pohon jarak, Koswara satu satunya penggarap yg bukan anggota TNI keberatan karena lahan yg digarapnya  adalah tanah Negara bebas tidak termasuk wilayah Asrama. Proyek Jarak ini kemudian gagal total karena tidak dipelihara dengan benar, Lahan pun bertahun tahun kembali jadi semak belukar, dimana penggarap lama melihat lahan tersebut sudah kosong, mereka  menggarapnya kembali dan setelah semuanya bersih serta produktif pada 2016 muncul lah Surat Hak Milik atasnama Pemerintah Kabupaten Indramayu Cq Kementrian Pertahanan dan Keamanan RI, maka timbullah insiden pengusiran secara umumnya pengosongan lahan oleh pihak TNI.
Sebenarnya pada tahun 2012 dan saat lahan digarap kembali oleh masyarakat, mereka sudah mengajukan hak milik ke Pemerintah kabupaten Indramayu Cq Kantor Pertanahan Indramayu,  dengan segala bentuk persyaratan sesuai undang undang sudah ditempuh oleh pihak penggarap, akan tetapi malah muncul SHM yang tidak jelas, sebab kepala desa saat itu,mengaku tidak pernah menandatangani surat apapun untuk pengajuan SHM atas nama pemerintah Kab.Indramayu Cq Kementrian Pertahanan dan Keamanan, dimana Kasus ini kemudian dilaporkan ke KOMNAS HAM dan masyarakat juga meminta perlindungan kepada ketua umum HKTI Prabowo Subianto, yang saat itu pak Prabowo mengutuk keras proses penerbitan SHM itu, akan tetapi saat ini malah yang bersangkutan duduk di kursi dimana SHM itu diatasnamakan.
Masyarakat, baik penggarap tanah Negara Bebas maupun penggarap tanah eks Bantaran kali Cimanuk kecil serta pihak Desa yg memiliki lahan bengkok yang juga terbawa dalam gambar  dsn situasi SHM.
Warga penggarap juga sudah meminta kepada DPRD Kab. Indramayu untuk mengkaji permasalahan tahah yang di klaim aset TNI AD, hanya saja sepertinya mereka tidak mendengarkan aspirasi warga yang terzolimi atau sebagai pihak yang dirugikan, seharusnya DPRD bisa melakukan kajian serta meminta pembatalan terlebih dahulu kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Jawa Barat, ujar Darsono,S.pd.
Kapten Asep selaku Kasi Logistik saat dikonfirmasi melalui saluran telepon mengatakan kepada SinarSuryanews.com bahwa tahah tersebut adalah aset TNI dan harus segera diamankan, sesuai legalitas kepemilikan yaitu SHM, terkait pembongkaran Rumah warga sudah sesuai prosedur yang berlaku dan atas dasar Perintah dari komandan yaitu Dandim 0616, karena dari dulu warga pengarap sudah diperingatkan untuk segera mengosongkan lahan tersebut, ketika asep juga ditanya tentang Legalitas SHM yang telah dimiliki kenapa ada 2 nama yaitu Pemerintah Kab. indramayu Cq Kementrian pertahanan dan Keamanan mengatakan kalau itu sudah diperbaiki, mungkin dulu pada saat pembuatan SHM petugas BPN sedang ngantuk, jadi hanya salah ketik saja, ujar Asep.Red***