Kabupaten Bandung, Sinarsuryanews.com – Pasar Sehat Banjaran yang digadang-gadang menjadi ikon kebanggaan Kabupaten Bandung kini terancam kehilangan citra positifnya. Revitalisasi pasar tradisional menjadi pasar modern yang sehat, bersih, aman, dan nyaman ternyata dibayangi masalah serius dalam pengelolaan.
Pasar yang menawarkan aneka barang kebutuhan—mulai dari pakaian, aksesori, sayur-mayur, buah-buahan, hingga fasilitas wahana bermain anak—dilengkapi kios makanan dan minuman (Mamin) di lantai tiga, masjid megah Al-Madina, serta area parkir luas, awalnya diharapkan menjadi destinasi wisata belanja untuk mengangkat ekonomi warga. Namun, situasi di lapangan menunjukkan adanya potensi carut-marut pengelolaan.
Relokasi sementara para bandar sayuran ke area parkir lantai tiga yang bersebelahan dengan kios Mamin ternyata memicu masalah baru. Aktivitas mereka yang berlangsung dari sore hingga malam hari diikuti oleh maraknya pedagang Mamin liar beroda dan pedagang asongan yang bebas berkeliaran di sekitar kios resmi.
Keluhan datang dari NR dan AR, dua pedagang Mamin resmi. Mereka menilai keberadaan pedagang ilegal ini bukan sekadar mengganggu, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal.
> “Kalau dibiarkan, ini bisa memancing bentrok antara pedagang kios resmi dan pedagang liar. Dampaknya bisa meluas dan merugikan semua pihak, termasuk pengelola pasar,” tegas NR.
AR menambahkan, pengelola pasar dan dinas terkait tidak bisa hanya diam.
> “PT BNP selaku pengelola dan Disdagin Kabupaten Bandung harus bertindak. Jangan sampai pengelolaan pasar modern ini jadi kacau dan justru mencoreng nama baiknya,” ujarnya.
Kekhawatiran para pedagang tidak main-main. Mereka menilai, jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, minat pembeli maupun calon pemilik kios akan menurun drastis. Situasi tersebut berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi, baik bagi pedagang resmi maupun pihak pengelola, serta menghambat tujuan awal pembangunan Pasar Sehat Banjaran.
Pengamat pasar menilai, munculnya pedagang ilegal di area resmi bisa dikategorikan sebagai pelanggaran tata kelola dan merusak sistem persaingan usaha yang sehat. Jika pengelola tidak segera mengambil langkah tegas, bukan tidak mungkin pemerintah daerah akan ikut disorot karena dianggap gagal menjaga ketertiban dan keberlanjutan proyek revitalisasi pasar yang telah menghabiskan anggaran besar. (HW)






