Kemenag Gandeng Penyuluh Redam Radikalisme

Kota Tasikmalaya, Sinar Surya – Terorisme bukan persoalan pelaku, kelompok atau jaringan namun lebih dari itu terorisme merupakan tindakan yang memiliki akar keyakinan, doktrin dan ideology yang dapat menyerang kesadaran masyarakat. Tumbuh suburnya terorisme tergantung lahan dimana ia berkembang, lahan tersebut adalah masyarakat yang dicemari oleh faham fundamentalisme ekstrim atau radikalisme keagamaan. Hal ini disampaikan Kepala Kankemenag Kota Tasikmalaya, Hilmy Riva’i ketika memberi arahan dalam kegiatan Pembinaan Kepenyuluhan (Penanggulangan Faham Radikalisme dalam Agama).

Kegiatan digelar Rabu siang (30/05) bertempat di Aula Kankemenag Kota Tasikmalaya, hadir pada kesempatan tersebut sekitar 80 orang terdiri atas Penyuluh Agama Islam non PNS dan Penyuluh agama Fungsional serta JFU pada Kankemenag Kota Tasikmalaya. Hadir pula Kepala Sub bagian Tata Usaha, Fuad Lutfie dan Kepala Seksi Bimas Islam , danial Abdul Holik.

Hilmy yang sekaligus menjadi narasumber mengucapkan terimakasih kepada Walikota yang telah memfasilitasi kegiatan ini dengan mengucurkan bantuan dana hibah. Menurutnya kegiatan pembinaan ini adalah kegiatan fundamental factual di situasi masyarakat yang dinamis dan sedang trend dengan berita terkait terorisme dan radikalisme.

Dirinya mengingatkan bahwa Penyuluh adalah pejabat pemerintah yang diberi kewenangan secara khusus untuk menyampaikan pesan pembangunan melalui bahasa agama, mulai tahun ini penyuluh diberikan spesialisasi tugas ada yang bertugas menangani masalah keluarga sakinah, masalah narkoba, radikalisme dan aliran sempala, Baca Tulis Qur’andan lain sebagainya. Meski begitu dirinya berharap pengklasifikasian ini tidak lantas membuat para penyuluh mengabaikan tugas kepenyuluhan di luas spesialisasinya.

“Meski dia spesialisasinya masalah keluarga sakinah tetap harus faham dan harus memberikan penyuluhan mengenai radikalisme , misalnya”, ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut hilmy juga menyampaikan prinsip dasar Penyuluh gama islam, setidaknya ada enam prinsip dasar yang harus dilaksanakan antara lain, partisipasi, untuk semua, perbedaan individual, pribadi seutuhnya, interdisiplin dan berpusat pada sasaran. Partisipasi disini menurut pria yang pernah menjabat kepala seksi Kepenyluhan di Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat ini adalah berpartisipasi aktif terhadap tugas yang diberikan pemerintah, responsip terhadap isu actual yang ada di masyarakat dan faham kebutuhan terhadap kebutuhan masyarakat.

“Selain itu penyuluh juga harus bisa melibatkan partisipasi masyarakat yang ada di daerah binaannya, dia harus mempunyai kemampuan empowering atau memberdayakan masyarakat dalam berbagai bidang”, imbuhnya.

Prinsip untuk semua artinya keberadaan penyuluh bisa bermanfaat untuk semua orang dan dia ketika menyampaikan misi dakwahnya harus bisa masuk ke semua kalangan, tidak lagi membawa bendera ormas tapi bisa menyatukan umat dari berbagai ormas. Terkait masalah perbedaan individual masing – masing penyuluh diberi kebebasan untuk menyampaikan dakwah sesuai dengan pembawaan karakteristik dirinya tdak harus seragam mengikuti atau meniru satu tokoh tertentu.

“Prinsip pribadi seutuhnya mengandung makna, seorang penyuluh ketika terjun di masyarakat melekat pada dirinya status sebagai pegawai kemenag yang membawa visi misi kemenag”, jelasnya.

Terakhir masalah interdisiplin,bagi seorang penyuluh dia tidak boleh alergi dengan satu disiplin ilmu tertentu sehingga tidak mau memperdalam ilmu yang lain, sebaliknya penyuluh harus faham beberapa disiplin ilmu sehingga bisa menyampaikan dakwah ke berbagai lapisan masyarakat.

“Prinsip terakhir adalah berpusat pada sasaran, artinya masing – masing penyuluh memiliki daerah binaan sendiri – sendiri, sehingga sebelum dia menyampaikan dakwah di tempat lain diusahakan secara intensif memberikan pembinaan sesuai dengan daerah binaan”, pungkasnya. (Kontributor: Yeni Rohayati)