Oknum Kades Mekarjaya Diduga Menyalahgunakan Wewenang, Pungut Biaya PTSL di Luar Ketentuan

BANDUNG – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya membantu masyarakat dalam memperoleh sertifikat tanah dengan biaya yang terjangkau, justru diduga dimanfaatkan oleh Kepala Desa Mekarjaya untuk kepentingan pribadi. Warga Desa Mekarjaya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, mengeluhkan adanya pungutan sebesar Rp 300 ribu per bidang tanah, padahal berdasarkan aturan, biaya yang seharusnya hanya Rp 150 ribu.

Modus yang digunakan oleh Kepala Desa untuk melancarkan aksinya adalah dengan menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) yang diduga bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri dan Peraturan Bupati Bandung Nomor 108 Tahun 2020.

Saat dikonfirmasi, Ade Didin, Ketua Panitia PTSL yang juga menjabat sebagai Kasi Pemerintahan Desa Mekarjaya, membenarkan adanya penerapan biaya Rp 300 ribu tersebut. Menurutnya, kebijakan ini telah disepakati oleh Kepala Desa bersama beberapa tokoh masyarakat, serta dilegalkan melalui Perdes yang dibuat sebagai dasar hukum lokal.

“Memang benar biaya yang diterapkan adalah Rp 300 ribu per bidang. Itu sudah disepakati dan dibuatkan Perdesnya,” ujar Ade Didin saat ditemui di Kantor Desa Mekarjaya pada 30 Januari 2025.

Namun, hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Mekarjaya belum memberikan tanggapan. Justru, yang terjadi adalah nomor kontak awak media Sinarsurya.com diblokir, menambah kecurigaan bahwa ada dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan program PTSL di desa tersebut.

Program PTSL sendiri memiliki dasar hukum yang jelas untuk memastikan transparansi dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam proses sertifikasi tanah. Berdasarkan SKB Tiga Menteri Tahun 2017, biaya PTSL di daerah Jawa dan Bali seharusnya tidak melebihi Rp 150 ribu per bidang tanah. Jika ditemukan pungutan di luar ketentuan, maka hal tersebut bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli).

Masyarakat berharap adanya perhatian dari pihak berwenang, termasuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta aparat penegak hukum, untuk menyelidiki dugaan penyimpangan ini dan memberikan kepastian hukum bagi warga yang merasa dirugikan.(HW)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *