Pemkab Cirebon Menangkan Pengusaha Bermasalah (Justice Collaborators) OTT KPK Kab. Indramayu

Berita Utama741 Dilihat

Cirebon, Sinarsurya.com,- Pengusaha PT. WPP yang bermasalah Hukum Di Kabupaten Indramayu (Justice Coolaborators dalam kasus OTT mantan Bupati Indramayu, Sup dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Omar saat ini Lolos dalam pelelangan pengadaan barang/jasa  Di PUPR Kab. Cirebon bahkan dinyatakan sebagai pemenang tender pada paket pekerjaan Peningkatan Jalan Cilengkrang – Tonjong (DAK 2021), Hal tersebut  mendapat respon dari berbagai kalangan baik LSM maupun ORMAS di Cirebon dan Indramayu. Dalam hal ini ORMAS Warung Nusantara 88 yang diasuh salah seorang petinggi MABES POLRI ,  menyikapinya dengan mengirim surat resmi kepada pejabat berkompeten di Kabupaten Cirebon diantaranya , kepada APIP yang tembusannya keseluruh instansi terkait termasuk Bupati dan Sekretaris daerah, Namun hingga kini tida ada tanggapan, sehingga WN 88 Minggu ini akan segera menyikapi hal tersebut ke KPK.

Bertepatan dengan banyaknya kejanggalan proyek PUPR Kab. Cirebon, maka LSM lokal seperti Gempar Peduli Rakyat Indonesia (GPRI ) DPP Kab. Cirebon juga telah melayangkan Surat kepada Kejari Sumber dengan nomor surat 003/LP/GPRI/SPC/VI/2021 tentang adanya dugaan pengkondisian Lelang Proyek Di PUPR Kabupaten Cirebon.
Bila WN 88 isi suratnya memaparkan  tentang posisi PT. Wijaya Putra Parahyangan dengan komisarisnya H.Dadang Juhata, dimana dalam persidangan kasus OTT Bupati Indramayu Dkk didepan hakim mengaku sebagai Direktur CV. Gumilar , dan kemudian ditetapkan sebagai JUSTICE COLLABORATORS atau saksi yang melakukan suap kepada salah seorang tersangka. WN 88 juga mengingatkan berbagai aturan lelang yang semestinya harus di taati, akan tetapi tidak diguris oleh Satuan Kerja PUPR, diantaranya yang sangat krusial adalah pelanggaran atas pakta integritas electronik sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses tender pengadaan barang dan jasa . LSM GPRI juga ikut menyoroti ketidak wajaran proses penetapan penawar peringkat ke 7 dari 10 besar penawar, Sebab biasanya di Cirebon bila terjadi penawaran seperti ini akan di adakan tender ulang yang pesertanya diambil 3 perusahaan  yang tidak cacat hukum dari ke 10 penawar tersebut.
Ketika diminta tanggapan dari Ketua DPD GPRI Tursija tentang proses verifikasi yang disoroti tajam oleh GPRI, dia mengatakan “bahwa itu sudah pasti, syukurlah bila kawan kawan di Indramayu turut peduli pada kinerja Pemkab Cirebon, kami angkat topi dan mengucapkan terima kasih, Mari kita bersama – sama bergandeng tangan untuk mengawal Pemerintah daerah maupun pusat dan berantas praktik praktek monopoli yang dapat merugikan rakyat akibat proyek berkwalitas buruk yang selama ini terjadi di Negeri ini, termasuk di wilayah Cirebon” imbuh Tursija.

Ahmad Nur Ketua DPD ORMAS Warung Nusantara 88 Indramayu mengatakan pada Sinar Surya, Surat yang mereka layangkan kepada Aparat Intern Pemerintah (APIP), sampai saat ini surat kami tersebut belum ada tanggapan baik dari APIP Kabupaten Cirebon, Pokja PUPR Kab. Cirebon, maupun Pemkab, dalam hal ini SEKDA dan Bupati Cirebon, ironisnya Respect dari Pemkab Cirebon atas surat yang telah dilayangkan justru melakukan aktifitas warga (mengarahkan massa untuk berdemo) yang menyatakan “dukungan” terhadap pembangunan jalan tersebut, padahal selama ini banyak kasus proyek berkwalitas buruk di Kabupaten Cirebon ini meski berujung di aparat hukum ( saat ini baik SEKDA, KADIS PUPR dan PPTK terutama Kabid Jalan diketahui bolak balik diriksa POLDA JABAR termasuk sebelum lebaran kemarin. sebelumnya tidak ada demo seperti ini, tetapi pada proyek yang satu ini kenapa ada mengerahan massa, ini menimbulkan banyak polemik dan pertanyaan “ada apa dibalik proses lelang proyek tersebut..? apakah ada dukungan dari Warga setempat sebagai bentuk pemakluman hukum? ”

         Nur juga mengatakan, Sebenarnya bisa saja pihak Pemkab dan panitia lelang bisa meloloskan  perusahaan ini sebagai pemenang dengan alasan tidak adanya pengumuman black list dari SPSE, namun tidak sesederhana itu terkait urusan proses lelang harus mengacu persyaratan, aturan dan perundang-undangan yang berlaku tetapi setelah diberi informasi oleh ORMAS WN 88 , panitia lelang, PPK dan PPTK seharusnya bisa menggunakan kewenangannya untuk menghentikan dan melakukan of name atas progess pekerjaan yang belum seberapa saat diterimanya surat tersebut, sebab pentingnya melakukan tindakan prefentif atas segala hal kemungkinan yang akan terjadi.
Sikap APIP, PPTK, dan Pokja yang tidak mengindahkan aturan dan syarat lelang ini mengundang kalangan pengusaha Jasa Kontruksi Lokal menjadi gerah juga pesimis karena kejadian tersebut jelas mengindikasikan adanya pengaturan proyek dilingkungan Pemkab Cirebon dan dari penuturan kalangan pengusaha juga memenarkan bahwa selama ini Bupatinya ada yang nyetir dari balik jeruji besi, sementara SEKDA kebawah sama seperti umumnya pejabat, mengerjakan perintah dan paling yang paling bawah sebagai pelaksana, umumnya tidak bisa membantah dan menolak perintah atasan” setelah kasus ini kami juga tidak akan diam bila pengusaha diluar ini masih dikukut oknum mafia proyek di Cirebon” dan banyak juga para pengusaha tersebut merasa ditipu oleh oknum panitia saat melakukan sanggahan dilarang menanyakan yang krusial  dan cukup bertanya tentang  kenapa perusahaannya kalah, Saya kira saya  yang akan dimenangkan setelah RETENDER  yang umumnya diikuti 3 besar dari 10 besar itu “.tuturnya.
Masih menurut Nur Kenapa panitia dan atau Pemkab sebaiknya menghentikan dan melakukan of name atas progres pekerjaan tersebut….? Jawabnya bahwa rangkap jabatan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 26 Undang-undang No 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) yang telah diperjelas dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No 7 Tahun 2009 (Perkom KPPU Jabatan Rangkap). Menurut Pasal 47, 48 dan 49 UU Anti Monopoli, sanksi terhadap rangkap jabatan berupa sanksi administratif, sanksi pidana serta pidana tambahan, Sanksi administratif berupa penghentian kegiatan usaha, pembayaran ganti rugi atau denda antara 1-25 Milyar Rupiah, Sedangkan sanksi pidana berupa denda antara 5-25 Milyar Rupiah atau pidana kurungan. Sementara pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, larangan untuk menjadi direksi atau komisaris antara 2-5 tahun serta penghentian kegiatan tertentu, Lalu bagaimana dengan paket paket lelang lainnya pada awal ditahun ini di PUPR Kabupaten Cirebon diantaranya  paket   Jln.watu belah -pejambon DAK Rp.6.000.000.001, yang dimenangkan oleh PT.Caruban Pratama Abadi padahal penawarannya ada dinomor urut 10, lalu Peningkatan jln Plumbon Pangkalan dimenangkan PT.Tubagus Rangin dengan penawaran Rp.3.850.000.000, nilai enawaran di urutan 7, Peningkatan jln.Cilengkrang-tonjong Rp.8.550.000.000, dimenangkan oleh PT. WIJAYA PUTRA PARAHIYANGAN milik H.Dadang dengan penawaran ada pada urutan  ke 7, Peningkatan jln Kertasemaya Gegesik Rp.11.400.521 980, oleh PT. Bina Cipta Utama dan apakah sama “Ribet” saat verifikasi data disini prosentase fee rata dan biasa penawaran kebanyakan dibuat orang dalam tidak akan ada bukti kalau tidak  diperiksa rekening bank mereka sih. Sebab umumnya transaksi hasil komitmen, Padahal Proses tender atau lelang barang/jasa pemerintah dilakukan secara elektronik dan diikat dengan ketentuan dari aturan LKPP, Perpres, Permen, dan undang-undang yang berlaku di NKRI yang bertujuan untuk  bersaing secara sehat guna menyelamatkan anggaran juga memerangi Koruptor, namun tidak demikian dilingkungan Pemkab Cirebon, Tutur kelompok pokalis Cirebon kelas menengah tersebut.
(Dedi .S.  a.l. Lale/ Han’S Gagak Rimang)