BANDUNG BARAT, Sinarsuryanews.com –
Dikutip dari laman peppd.bappenas.go.id, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN RI/Bappenas), keberhasilan pelaksanaan pembangunan ditentukan oleh keberhasilan daerah dalam menyiapkan perencanaan, pelaksanaan, dan pencapaian pembangunan daerah dengan baik.
Dalam rangka meningkatkan keterpaduan pelaksanaan pembangunan pusat dan daerah serta sebagai bentuk motivasi dan apresiasi kepada Pemerintah Daerah atas prestasinya dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan evaluasi komprehensif dan kreatif melalui Penghargaan Pembangunan Daerah (PPD).
PPD merupakan kegiatan pengendalian perencanaan pembangunan daerah oleh Kementerian PPN/Bappenas melalui evaluasi kreatif dan komprehensif terhadap pembangunan daerah untuk tingkat provinsi, kabupaten, dan kota setiap tahun. Pemerintah pusat memberikan apresiasi kepada provinsi, kabupaten, dan kota yang berhasil dengan baik dalam perencanaan, pencapaian pelaksanaan, dan inovasi pembangunan.
Berdasarkan informasi yang diterima oleh jurnalpolisi.id dari salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang identitasnya tidak ingin diketahui menyampaikan keprihatinannya dengan kondisi Pemerintahan KBB saat ini.
“Saya sebagai ASN KBB sungguh merasa sedih melihat kondisi Pemerintahan saat ini. Selain bertambahnya defisit APBD, KBB juga menduduki peringkat pertama paling bawah dari 18 Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat berdasarkan Catatan Hasil Evaluasi Penilaian PPD Tahun 2023,” katanya, Sabtu (3/6/2023).
Menurut Catatan Hasil Evaluasi Penilaian PPD Tahun 2023 KBB tahap l, KBB mendapatkan penilaian dokumen dari aspek pencapaian pembangunan hanya 1,18 dan untuk aspek kualitas dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) hanya mendapatkan nilai 1,25.
Diagram Radar Hasil Penilaian KBB PPD Tahun 2023 menjelaskan, dari 24 indikator, KBB hanya memiliki keunggulan di 2 indikator atau sebesar 8,33 persen.
Untuk pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan PDRB per kapita, KBB mendapatkan nilai diatas rata-rata. Selain itu, dari indeks pembangunan manusia (IPM), KBB juga juga mendapatkan nilai diatas rata-rata.
Namun sangat disayangkan, untuk tingkat pengangguran terbuka (TPT) jumlah penganggur, kemiskinan, ketimpangan, pelayanan publik, pengelolaan keuangan, transparansi, akuntabilitas, Pemkab Bandung Barat mendapatkan penilaian masih dibawah rata-rata.
Mirisnya lagi, di point nomor 8 dari 24 indikator, untuk tersedianya pemetaan kebijakan RKPD 2023 yang terkait dengan visi dan misi, strategi dan arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), KBB pun mendapatkan penilaian masih dibawah rata-rata, dan untuk point-point yang lainnya dari 24 indikator KBB masih mendapat nilai dibawah rata-rata.
Aspek pencapaian pembangunan terdiri dari 7 indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan PDRB per kapita (5%), TPT dan jumlah penganggur (6%), kemiskinan (8%), IPM (6%), ketimpangan (5%), pelayanan publik dan pengelolaan keuangan (5%), serta transparansi dan akuntabilitas (5%).
Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan PDRB Per Kapita:
a. Tingkat perubahan pertumbuhan ekonomi: target daerah tidak tercapai, pertumbuhan lebih buruk dibandingkan capaian nasional, kondisi terkini lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi, lebih buruk dari capaian rata-rata wilayah setara sebelum pandemi dan capaian nasional sebelum pandemi.
b. Capaian PDRB per kapita: target daerah tidak tercapai atau tidak ada (Atas Dasar Harga Konstan/ ADHK dan Atas Dasar Harga Berlaku/ ADHB).
c. Capaian perubahan persentase penduduk miskin dan ekonomi lebih buruk dari capaian nasional.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Jumlah Pengangguran:
a. Capaian TPT: target daerah tidak ada.
b. Perubahan TPT: lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi, lebih buruk dari rata-rata capaian wilayah setara dan juga capaian nasional sebelum pandemi.
c. Pertumbuhan jumlah penganggur: lebih buruk dari rata-rata capaian wilayah setara dan dari capaian nasional, lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi, dan lebih buruk dari capaian nasional sebelum pandemi.
Kemiskinan:
a. Capaian: target daerah tidak tercapai.
b. Perubahan persentase penduduk miskin: lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi, lebih buruk dari capaian nasional sebelum pandemi.
c. Indeks kedalaman kemiskinan: lebih buruk dari tahun sebelumnya, lebih buruk dari capaian nasional.
d. Jumlah penduduk miskin: target daerah tidak tercapai, pertumbuhan lebih buruk dari rata-rata capaian wilayah setara dan juga capaian nasional, pertumbuhan lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi dan juga lebih buruk dari rata-rata capaian wilayah setara sebelum pandemi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM):
a. Capaian IPM: target daerah tidak tercapai, pertumbuhan lebih buruk dari capaian rata-rata capaian wilayah setara, lebih buruk dari capaian nasional sebelum pandemi.
b. Capaian AHH: pertumbuhan lebih buruk dari capaian nasional.
c. Capaian RLS: target daerah tidak tercapai.
d. Capaian HLS: target daerah tidak tercapai, pertumbuhan lebih buruk dari capaian wilayah setara dan juga capaian nasional.
e. Capaian pengeluaran per kapita: target daerah tidak ada.
Ketimpangan:
a. Capaian rasio gini: target daerah tidak tercapai, dan lebih buruk dari tahun sebelumnya.
b. Perubahan rasio gini: lebih buruk dibanding capaian rata-rata wilayah setara dan juga capaian nasional, serta lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi dan capaian nasional sebelum pandemi.
Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan:
a. Pengesahan APBD Tahun 2033 tidak tepat waktu/ tidak tercantum di kuesioner.
b. Belum menggunakan e-procurement dan e-ASB.
c. Proporsi besaran SILPA lebih dari 30 persen/ tidak tercantum di kuesioner.
d. Tidak mencantumkan nilai IKM untuk institusi di kuesioner pelayanan kesehatan, pelayanan investasi, pelayanan kependudukan, pelayanan publik lainnya dan nilai mutu pelayanan berdasarkan rata-rata nilai IKM belum mencapai nilai A.
Transparansi dan Akuntabilitas:
a. Tidak ada: SK PPID, pelaporan PPID, SK P3DN
b. OPD yang melapor kepada PPID kurang dari 50 persen/ tidak ada sama sekali.
c. Belum tersedianya informasi APBD secara online.
d. Hasil penilaian SAKIP belum A/AA.
Selanjutnya Aspek kualitas dokumen perencanaan terdiri dari 3 kriteria, yaitu keterkaitan, konsistensi serta kelengkapan dan kedalaman, masing-masing bobot 5%, 11,25%, dan 23,75%.
Keterkaitan:
a. Tidak seluruh prioritas pembangunan daerah mendukung arah kebijakan RPJMD/ RPD.
b. Belum tersedianya: Keterkaitan indikator sasaran pembangunan daerah dengan sasaran PN.
c. Kesesuaian Sasaran pembangunan daerah dengan sasaran PN kurang dari 50%.
d. Belum seluruh prioritas pembangunan daerah selaras dengan PN.
e. Keselarasan prioritas program RKPD dengan PN kurang dari 50%.
f. Tidak ada tabel persandingan PN dengan prioritas pembangunan daerah.
Konsistensi:
a. Tidak tersedianya: (1) isu strategis, (2) Kedalaman penjelasan isu strategis, (3) Penanggungjawab (OPD) setiap program prioritas, (4) Indikator sasaran untuk prioritas pembangunan daerah, (5) Total pagu anggaran untuk prioritas pembangunan daerah, untuk setiap prioritas pembangunan daerah, serta untuk setiap program prioritas.
b. Belum adanya keterkaitan: (1) Permasalahan pembangunan dengan hasil evaluasi, (2) Prioritas pembangunan daerah dengan permasalahan pembangunan, (3) Tidak semua isu strategis menjadi prioritas pembangunan daerah, (4) Indikator sasaran prioritas pembangunan dengan indikator kinerja program prioritas, (5) (tidak semua) Indikator kinerja program dengan indikator sasaran prioritas pembangunan.
c. Prioritas pembangunan daerah belum memuat POKIR DPRD dan/ Janji Tahun Kepala Daerah.
d. Total pagu anggaran untuk prioritas pembangunan daerah belum tersedia.
Kelengkapan dan Kedalaman:
a. Total rencana belanja daerah lebih kecil dari total belanja seluruh perangkat daerah.
b. Belum tersedianya informasi: stakeholders terkait kebijakan pemulihan ekonomi dalam penanganan dampak pandemi, dan juga anggaran kebijakan pemulihan ekonomi dalam rangka penanganan pandemi.
c. Tidak tersedia dukungan program daerah terhadap kegiatan prioritas pada seluruh PN.
d. Penerapan konsep THIS: penerapan konsep holistik belum komprehensif, belum melibatkan stakeholder diluar OPD. Kemudian penerapan konsep integratif belum melibatkan stakeholder diluar OPD di daerah, penerapan konsep spasial belum menjabarkan prioritas pembangunan daerah, dan penerapan konsep THIS dalam penjelasan prioritas pembangunan daerah tidak runtut.
e. Tidak tersedianya indikator kinerja program prioritas daerah.
f. Belum digunakannya indikator hasil sebagai indikator kinerja program prioritas daerah, dan tidak semua Indikator kinerja bersifat indikator hasil.
Aspek Inovasi terdiri dari 2 kriteria, yaitu aspek kelengkapan dan kedalaman, masing-masing dengan bobot 5% dan 15%.
Kelengkapan:
a. Tidak ada penjelasan tentang input anggaran inovasi.
b. Tidak ada pemantauan dan evaluasi.
c. Tidak ada penjelasan tentang permasalahan pelaksanaan dan tindak lanjut.
Kedalaman:
a. Tidak ada kesesuaian indikator output dengan output inovasi.
b. Penjelasan jenis kebaruan inovasi terkait (lingkup nasional) lemah.
c. Tidak ada penjelasan tentang dukungan regulasi terhadap inovasi terkait.
d. Keterkaitan inovasi dengan tema RKP lemah.
e. Tidak ada penjelasan tentang informasi monitoring dan evaluasi.
Perlu diketahui, Kegiatan PPD ini sebelumnya dikenal dengan nama Anugerah Pangripta Nusantara (APN), yang telah dilaksanakan sejak tahun 2011. Mulai tahun 2018, APN berubah nama menjadi PPD yang penilaiannya tidak hanya pada aspek perencanaan, namun juga meliputi pencapaian pelaksanaan pembangunan. Kegiatan PPD dikoordinasikan oleh Kedeputian Bidang Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas.
Tujuan pelaksanaan PPD sendiri untuk :
Mendorong pemerintah daerah untuk menyusun dokumen perencanaan yang konsisten, komprehensif, terukur, dan dapat dilaksanakan.
Mendorong integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antara perencanaan pusat dan daerah.
Mendorong pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan secara efektif dan efisien dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan.
Mendorong pemerintah daerah untuk berinovasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Kemudian, manfaat PPD bagi Pemerintah Pusat dapat memperkuat koordinasi dan sinkronisasi untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Tak hanya itu, Manfaat PPD bagi Pemerintah Daerah dapat memberikan motivasi dan pembelajaran untuk pembangunan daerah yang lebih berkualitas.
Selain itu, bagi non-Pemerintah, PPD juga dapat memberikan akses informasi dan keterlibatan akademisi, NGO, professional, jurnalis, dan masyarakat dalam pembangunan daerah.
(Drivan/Wt)