Subang, Sinarsuryanews.com = Sekolah merupakan tempat menimba ilmu bagi para siswa maupun siswi guna menjadi anak yang pintar cerdas dan berkarakter, agar di kemudian hari menjadi anak anak cerdas membentuk manusia dengan sumber daya manusia yang unggul sesuai cita cita pemerintah dalam mencerdaskan bangsa nya.
Namun tujuan mulia pemeritah dalam mencedaskan anak bangsa ini selalu saja di manfaatkan oknum tertentu untuk mecari untung banyak, walaupun harus bertentangan dengan hukum. Serta aturan perundang undangan.
Dinas pendidikan seolah tidak berdaya dalam mengatur sistem pendidikan yang bermutu dan berkarakter bebas dari pungutan liar (pungli).
Sampai saat ini, sekolah sekolah SDN maupun SMPN di kabupaten Subang masih marak penjualan buku secara paksa dengan dalih sudah kesepakatan dengan komite sekolah padahal banyak orangtua siswa yang tidak ikut bermusawarah dan tidak setuju karena dana BOS sudah mengcover untuk pembelian buku LKS.
Diduga kuat karena adanya persekongkolan antara pihak sekolah dan distributor buku ini, serta telah mendapat restu dari pihak Disdik Kabupaten Subang, sehingga pihak sekolah seolah tidak merasa bersalah dalam menjalankan praktek curang nya karena merasa di lindungi ?
Bahkan salah satu pejabat di lingkungan Disdik Subang ketika di minta tanggapannya tentang maraknya praktek jual buku di sekolah, dia menyebut bahwa sekolah mungkin masih membutuhkan anggaran, untuk tahun pelajaran tahun 2024 2025 nunggu petunjuk dari atas ujarnya.
Sementara, Nunung, selaku kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Subang, saat di minta tanggapannya lewat pesan whatsapp, dia lebih memilih bungkam seribu bahasa, Ada apa, apakah begitu karakter sebagai Pejabat Publik ?
Patut diduga, dengan bungkamnya orang nomor 1 di Dinas Pendidikan itu terkait maraknya Pungli pada sekolah = Sekolah dibawah naungannya menjadi pertanyaan besar bagi media ini, apakah praktek jual buku LKS sudah direstui olehnya (Red..) ?
Praktek jual buku LKS pada lingkungan sekolah padahal sudah di larang pemeritah melalui kemendiknas, apapun itu bentuknya karena sudah ada dana BOS ( bantuan oprasional sekolah ) yang lumayan besar bisa menutupi kebutuhan sekolah sesuai juknis dana BOS.
Dengan adanya penjualan buku LKS di lingkungan sekolah, berpotensi kuràngnya kreativitas para guru dalam membuat soal pembelajaran sekolah, sehingga para guru pun terkesan malas. Sementara akhir akhir ini, minat anak anak dalam belajar semàkin menurun, kuràng bergairah di sebabkan banyak oknum guru yang hànya duduk duduk saja di ruàng guŕu, terkesan membiarkan anak belajar sendiri. Banyak para Guru diduga malas dalam membimbing proses pembelajaran siswa, sehingga tujuan awal Sisdiknas dalam meningkatkan SDM yang unggul dan berkarakter menuju indonesia emas hànya isapan jempol belaka ?
Dalam peraturan mentri pendidikan nasional ( permendiknas ) no 2 tàhun 2008 tentang buku pada pasal 11 melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada siswa, Pada undang undang no 3 tahun 2017 juga mengatur sistem perbukuan, tata kelola perbukuan dapat di pertànggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu yang mencakup, memperoleh naskah, penerbitan pencetakan pengembangan buku elektronik, pendistribusian pengunaan , penyediaan dan pengawasàn buku.
Buku pegangan siswa dari sekolah di berikan aecara gratis karena di subsidi pemerintàh melalui dana BOS. Buku yàng di subsidi pemeŕintah tidak boleh di jual kepada siswa karena itu hak siswa. Pasal 1 ayat 10 berbunyi ” distributor eceran buku yang selànjutnya di sebut pengecer adalah orang atau perseoràngan , kèlompok orang , atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengàn cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjual secara eceran kepada konsumen akhir.
Sementara salah satu orangtua siswa, sebut saja Doni (nama samaran..Red) yang anak nya duduk di bangku SMPN, dia menyebut, bahwa sebaiknya praktek jual buku LKS di sekolah sudah tidak perlu lagi, kan sudah sudah dicover dana BOS, Apakah hal itu tidàk beŕpotensi melanggar hukum, pungkasnya.
(HND)