Kota Tasikmalaya, Sinarsuryanews.com = Tanah pemakaman Gunung Jati yang terletak di Kelurahan Kahuripan kota Tasikmalaya menjadi sorotan warga setelah muncul kabar bahwa sebagian lahannya telah diperjualbelikan dan bahkan disertipikatkan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Dugaan tersebut menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, mengingat status lahan pemakaman seharusnya tidak boleh dialihfungsikan ataupun dimiliki secara pribadi.
Menanggapi hal tersebut, Lurah Kahuripan, Dodi, memberikan klarifikasi bahwa tanah yang telah disertipikatkan bukan merupakan tanah carik (tanah desa) yang diperjualbelikan. “Saya tegaskan bahwa tanah yang bersertipikat itu bukan tanah carik. Kami juga belum mengetahui secara pasti asal-usul kepemilikannya karena saya baru menjabat selama dua tahun lebih,” ujar Dodi saat ditemui di ruang kerjanya selasa 22/04/2025
Ia juga menambahkan bahwa pihak kelurahan akan segera mengadakan pertemuan lanjutan dengan pihak-pihak yang mengetahui sejarah dan status lahan tersebut. “Kita akan kumpulkan RT, RW, dan tokoh masyarakat yang tahu riwayat tanah ini. Kalau memang ada hal yang tidak sesuai, tentu akan kita tindaklanjuti,” tambahnya.
Selain soal sertipikasi tanah, masyarakat juga menyoroti adanya pungutan rutin setiap tahun yang dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri di area pemakaman tersebut. Warga mengaku harus membayar sejumlah uang kepada oknum yang mengaku sebagai pengurus pemakaman, tanpa kejelasan dasar hukum maupun transparansi penggunaannya. Praktik ini telah berlangsung selama bertahun-tahun dan menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas dan pertanggungjawaban pihak yang memungut dana tersebut.
Menanggapi hal ini, Lurah Dodi menyatakan akan menelusuri lebih lanjut informasi soal pungutan tersebut. Ia meminta agar para ketua RT dan RW di wilayah sekitar dapat memberikan penjelasan tertulis mengenai praktik pungutan yang dilakukan setiap tahun itu. “Kami akan minta keterangan resmi dari RT dan RW yang terlibat. Jika pungutan itu tidak berdasarkan aturan, maka harus dihentikan,” tegasnya.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak tentang pentingnya keterbukaan dan penertiban administrasi, terutama menyangkut aset yang bersifat sosial seperti lahan pemakaman. Masyarakat berharap agar pemerintah kelurahan dapat segera menyelesaikan polemik ini dan memberikan kejelasan hukum terkait status lahan Gunung Jati, serta mengatur mekanisme pengelolaan pemakaman agar tidak merugikan warga.
Polemik ini juga mengundang perhatian pihak kecamatan dan dinas terkait agar ikut turun tangan memastikan tidak ada penyalahgunaan program PTSL maupun praktik pungutan liar di pemakaman. Harapan masyarakat hanya satu: hak atas tempat peristirahatan terakhir bagi keluarganya harus dihormati dan dilindungi dari kepentingan-kepentingan tertentu.(Team)