Aksi Kerahkan Massa, Kembali Warnai Sengkarut SHM Di Eks Lahan Pangonan Sidadadi Indramayu.

Indramayu, SinarSuryaNews.Com =  Balai Desa Sidadadi Kecamatan Haurgeulis Indramayu, digeruduk puluhan masyarakatnya  terkait garapan  tanah  “Negara” eks Pangonan Jumat (8 Maret 2024) Disayangkan Taryono selaku PLT Kades, dituding menghindar  dan tidak  ada ditempat.

Masyarakat yang mendatangi balai desa tersebut ( lebih kurang 50 orang ), mereka mengaku kedatangannya terkait  permohonan hak atas tanah yang ditetapkan dalam putusan Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung RI. sebagai tanah Negara “permohonan kami melalui program PTSL”  tutur beberapa orang diantara mereka saat ditanya  media ini secara sporadis di depan balai Desa Sidadadi.

Acara pertemuan tersebut, sebenarnya membahas hasil ploating BPN atas SHM yang telah diterbitkannya (maksudnya pencocokan dan penempatan SHM …red) antara kuasa hukum para petani penggarap dengan kuasa hukum  Sofiah Al Widad pembeli lahan SHM atas nama Sayum Desa Sidadadi yang seharusnya cukup dihadiri pihak Sofiyah selaku pembeli dan penggarap diatas lahan 2 Hento Are atau kuasanya, bukan dihadiri massa pemohon hak.

“Informasinya… Lahan atas nama Sayum sudah di jual…. Dan penerima uang nya ahli waris , istri dan anak2 nya dibuat di notaris. Notaris yg lebih tau, Karena ada yg mengklaim, pengurus atas kuasa pemilik hak(Sofiah al widad) mengundang BPN untuk mencocokan… Yang disaksikan musfika (MUSPIKA …maksudnya ..red) setempat.. Aparat desa, BINMAS, dan BABINSA Dalam perjalanan nya.. Entah siapa yang mengkoordinir / provokasi para petani datang ke desa.. Entah apa yang mereka maksud. Hingga ramai ramai  datang ke kantor desa, Dengan suara suara yang  seharusnya  tidak pantas dilakukan.”, tulis salah seorang yang hadir diruangan pertemuan di balai desa tersebut .yang disampaikan via seluler [ 09/03/2024 12.44]  saat menjawab pertanyaan media ini.

Usai rembugan di balai Desa yang tak berujung pangkal itu, Nono Andreko  Mantan Kliwon Desa Sidadadi dalam statusnya sebagai koordinator penggarap lahan “Negara”  eks Pangonan (sejenis lahan gembala ternak …red) menyebutkan bahwa SHM  tersebut salah lokasi “Membeli dari siapa , menggarap ditempat siapa. Kalau beli dari Sayum ya garaplah ditempat almarhum Sayum bukan ditempat kami  itu”. Tutur Nono Andreko.

Diprediksi, akibat berpendapat seperti itulah, hasil ploating yang disebutkan diatas pelaksanaannya  disaksikan unsur desa dan unsur MUSPIKA itu, hingga ditulisnya naskah ini, belum di tandatangani PLT (Pelaksana Tugas) Kuwu Sidadadi  yang baru beberapa hari dilantik.

Sementara dari masyarakat yang berada tidak jauh dari lokasi “Bermasalah” tersebut, didapat keterangan bahwa Sayun memang sudah lama meninggal ” tahun 2023 lalu sudah ” mendak ” (selamatan /peringatan )  tahun ke tiganya pak. Sementara SHM itu terbit tahun 2020 , mengenai pengukuran  ulang kemaren (maksudnya ploating /pencocokan batas) memang Kuwu harus hati hati sebab katanya pernah terjadi seorang kepala desa masuk bui akibat menandatangani yang ia tidak pahami, terkait tanah  disini memang semrawut panitia pensertifikatan dulu.Saya saja sampai kini belum menerima SHM padahal dulu bareng mengajukan Luas lahan saya 1 ha lebih ” tutur pemilik warung di blok Jambrong  Sidadadi.

RAJA ARLIUSMAN SH, kuasa dari Nono Andreko  dkk ,usai pertemuan dengan para pihak ,langsung dikerumuni  lebih kurang 48 orang penggarap yang hadir, kepada para petani menghimbau agar tetap mengolah lahannya ” jangan ragu untuk  mengolah lahan ,kalaupun harus perang kita lawan mereka. Negara ini Negara Hukum”. pungkasnya  sebelum pamitan kepada semua kliennya .Padahal jelas lahan para petani grup Nono Andreko, Takan mungkin ada yang  berani melakukan pengklaiman sebab mereka penggarap yang sudah lama dilokasinya yakni sejak terjadinya gugatan kepada Pemkab Indramayu dan hanya mereka yang berhak mengajukan permohonan hak melalui pasilitas yang disediakan dan telah diatur Negara.

Hendra yang disebut sebut sebagai pihak  pemegang SHM atas nama Sayum, ditemui di rumahnya menolak  keras untuk kembali bernegosiasi “berkali kali saya mengusahakan berdamai dilapangan. Bahkan pernah dipasilitasi Desa tahun lalu. Namun uang hilang masalah terus berkelanjutan. Sekarang masalahnya sudah lain ,  main apapun akan saya hadapi. Jangan harap SHM yang mereka ajukan bisa terbit. Tanpa saya dan Pak Haji Eri ,Takan ada SHM permohonan hak yang bisa terbit”. Tutur putra H.Taufik warga Desa Wanguk Kecamatan Anjatan  yang dikenal sebagai donatur  masyarakat saat menggugat Pemerintah Daerah Indramayu, yang  putusannya menghasilkan perobahan status tanah Pangonan jadi TANAH NEGARA BEBAS. Yang   diantaranya dinikmati kelompok Nono Andreko  yang jumlahnya sisa dari yang digugat lebih kurang  152 penggugat dan faktanya ,kemudian mayoritas “dikhianati” para pengurusnya  yang oleh masyarakat dijuluki “Mafia”.

Dari SHM Nomor 00141 atasnama Sayum  tersebut diketahui bahwa telah terjadi perobahan diantaranya
WARIS
Berdasarkan Surat Pernyataan Ahli Waris Tanggal 15/03/2022. Yang dibuat oleh ahli waris, Dicatet oleh Kuwu Wanguk Nomor: SK013/DS 2007/ 2022 Tanggal 18/03/2022. Dibenarkan oleh Camat Anjatan Nomor: 16/01/Kec/2022 Tanggal 18/03/2022. …
JUAL BELI
Berdasarkan Akta Jual Bel
Nomor 357/2022 Targal 29/07/2022
Yang dibuat oleh SOFYAN SYARIEF PIRSADA, SH. Selaku PPAT. D1 208 No. 29629 Tgl. 04/08/2022 DI 307 No. 5153
Tgl. 04/08/2022.

Notaris yang bersangkutan saat ditemui diruangkerjanya  menyebutkan bahwa benar pihaknya menyayangkan terjadinya hal tersebut dilapangan, sebab saat transaksi hingga kini pihak penjual tidak pernah menyampaikan keluhan atas transaksi yang telah dilakukan dan tidak terjadi gugat menggugat dengan pihak pembeli ” tolong dibantu semua pihak dilapangan dalam penyelesaiannya sebab kami menerbitkan AJB telah sesuai prosedur ” tuturnya .

Sementara bahwa permohonan hak milik atas tanah Negara bebas aturannya telah jelas dan gamblang didalam undang undang yang ada untuk itu ,siapa yang berhak  memohon dan apa persyaratannya pun telah tersirat dan tersurat. BPN Indramayu harusnya jangan MAIN SABUN apalagi jadi bagian dari mafia tanah .

Perlu disampaikan disini bahwa sejak lahan pengangonan  di seluruh indramayu yang luasnya lebih kurang 13.000 ha menyebar di beberapa Kecamatan, pada 1980-1981 diambil alih oleh PEMKAB Indramayu dari dinas Peternakan, oleh PEMKAB langsung dilelangkan ke masyarakat dan oleh para pemenang lelang disewakan kepada masyarakat penggarap . Sementara hasil lelang yang dikoordinir oleh bagian Pemerintahan Desa (PEMDES)  diserahkan ke kas Daerah meski sebelumnya disunat hampir 50% dengan dalil potongan biaya pelaksanaan lelang dan lain lain. Namun karena DPRD tidak mempermasalahkan dalam perdebatan APBD.kuat dugaan dana hasil lelangan ini jadi Bancakan hingga 1987. kemudian dijuluki bukan lahan pangonan lagi melainkan lahan  “PANGANAN”(makanan).

Dalam sejarahnya , saat dibongkar media tentang dana hasil lelang pangonan ini serta PEMKAB  didesak  mensertifikatkan lahan Pangonan agar legalitas lelang jelas sebab pelelang adalah pihak berkompeten. DPRD pun mengesahkan biaya pensertifikatan dimasukan dalam APBD. Namun Trisula Baedi BA yang menjabat Kabag PEMDES saat itu permohonannya ditolak BPN karena tidak memiliki alas dan dasar hak . Namun demikian entah bagaimana caranya.Dana APBD untuk sertifikasi lahan Pangonan tersebut,saat itu “Raib ” tidak ada penjelasan dalam APBD tahun kemudian.
Khusus di Desa Sidadadi, lebih kurang 300 ha luas lahan Pangonan ini oleh Bupati Indramayu saat dijabat  Letkol Inf.H.A Suryana dibagi kan ke 4 Desa yang berbatasan dengan Wilayah Desa Sidadadi. Dengan tujuan agar  mendapat pemerataan sebab ada prosentase dari hasil lelang yang jadi hak Desa.

Namun pada perjalanannya 2006 terjadi gugatan dari 151 orang masyarakat penggarap terhadap PEMKAB.Indramayu termasuk DPRD dan BPN Indramayu . Gugatan ini berhasil memposisikan tanah Pangonan statusnya jadi TANAH NEGARA BEBAS .Meskipun sebenarnya  kalau ada penggugat intervensi ,Takan ada  kalimat TANAH NEGARA BEBAS dalam amar putusan tersebut.

Sehingga putusan itu seolah  menjawab pertanyaan tentang gagalnya PEMKAB Indramayu melakukan sertifikasi lahan Pangonan yang disebut diatas. Sehingga ,sejak putusan ini. Pemkab Indramayu yang tadinya menjadikan dana lelang Pangonan sebagai salah satu PAD , kemudian dihapuskan dan dana lelang pangonan sepenuhnya jadi dana Pendapat Desa  yang mekanismenya dimasukan dalam DD (Dana Desa)  diperuntukan pembangunan  didesa masing masing.

Faktanya tak sedikit  desa desa selain mengkorup dana ini juga melakukan tradisi pungli pada  pemenang lelang yang wajib bayar koordinasi desa dan koordinasi Kecamatan . Ditemukan media  ini,  adanya wajib setor Rp 100 juta untuk Koordinasi Desa ditambah Rp.50 juta untuk Camat. Untuk luas lahan lebih kurang 75 bau (1 bau.7000 m2…red) dengan harga lelang didepan umum Rp.300 juta. Sehingga pelelang yang jadi kuda hitam  dipaksa merogoh kocek Rp.450 juta. Namun bila disewakan Rp.10 juta/bau saja,pelelang masih untung Rp.300 juta.

Lalu bagaimana NASIB Nono Andreko yang semula penyewa lahan Pangonan ,kemudian menjadikan dirinya sebagai koordinator penggarap eks Pangonan yang lahannya  diluar lahan para pengugat. Apakah bisa membuktikan dalilnya bahwa penggarap sekarang adalah penggarap tetap sejak  2007 putusan Pengadilan  dan atau sejak 2009  dimana secara kolosal ratusan warga Sidadadi turun ke lokasi Pangonan  menuntut garapan yang konon saat itu digerakan oleh Calon Kades. Dan bagaimana  pemegang SHM atas nama Sayum  mampu menerapkan dalil dalil hukum yang melekat pada SHM yang jadi pegangan dan alas haknya itu, kita saksikan nanti saat benar kedua belah pihak melakukan jalur hukum yang benar menurut versinya masing masing. (Herman bdg).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *